"Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuhan Haji kini kembali menjadi perbincangan masyrakat, setelah beberapa bulan sempat redup dari sorotan publik."
Oleh Andra Ashadi
RSUD yang terlahir dari indikasi skandal ini sempat menjadi trending topik pemberitaan media masa dan komentar miring berbagai elemen masyrakat. Kini RSUD Baru Labuhan Haji ini muncul kembali ke permukaan karna santer terdengar akan benar benar di operasikan.
Desas desus juga berkembang dimana dalam waktu dekat ini segera akan di tunjuk seorang direktur untuk memimpin di RSUD Baru ini yang sebelumnya di ketahwi masih nyantol di managemen RSUD Dr. Sudjono Selong.
Bagi penulis sendiri berpikir meredupnya pemberitaan tentang RSUD baru ini mempunyai dampak positif, karna akan menambah konstrasi para perjabat yang berwenang untuk fokus mempersiapkan kelengkapan administrative terutama izin operasional, yang dimana sebelumnya kuat di duga izin Oprasional belum di kantongi oleh RSUD Baru Labuhan Haji ini.
Pada tulisan sebelumnya penulis membuat judul "RSUD Baru | Antara Niat Mulia dan Potensi Melawan hukum", dalam tulisan ini penulis menekankan sisi lain yang tidak boleh luput dari evaluasi Pemerintah Daerah Lombok Timur yakni izin dasar yang terdiri dari izin operasional RSUD baru ini, apakah sudah terpastikan sudah sesuai regulasi yang ada atau malah Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur mendapatkan laporan Asal Bapak Senang (ABS)". Karna di senyilir patut di duga tidak mengerjakan tahapan tahapan proposonal sebagaimana tertuang dalam Pasal 72 PMK No 56 tahun 2014 dimana pada ayat (1) untuk memperoleh Izin Operasional, pengelola di daratan mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat pemberi izin sesuai
dengan klasifikasi Rumah Sakit dengan melampirkan dokumen:
a. Izin Mendirikan Rumah Sakit, bagi permohonan Izin Operasional
untuk pertama kali;
b. Profil Rumah Sakit, meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan,
rencana strategi, dan struktur organisasi;
c. Isian instrumen self assessment sesuai klasifikasi Rumah Sakit
yang meliputi pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana;
d. Gambar desain (blue print) dan foto bangunan serta sarana dan prasarana pendukung;
e. Izin penggunaan bangunan (IPB) dan sertifikat laik fungsi;
f. Dokumen pengelolaan lingkungan berkelanjutan;
g. Daftar sumber daya manusia;
h. Daftar peralatan medis dan nonmedis;
i. Daftar sediaan farmasi dan alat kesehatan;
j. Berita acara hasil uji fungsi peralatan kesehatan disertai
kelengkapan berkas izin pemanfaatan dari instansi berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan untuk
peralatan tertentu; dan
k. Dokumen administrasi dan manajemen.
Sedangkan ayat
(2) mengatur tentang Instrumen self assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c sebagaimana tercantum dalam lampiran PMK ini.
Selanjutnya ayat
(3) mengatur Dokumen administrasi dan manajemen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf k meliputi:
a. Badan hukum atau kepemilikan;
b. peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws);
c. Komite medik;
d. Komite keperawatan;
e. Satuan pemeriksaan internal;
f. Surat izin praktik atau surat izin kerja tenaga kesehatan;
g. Standar prosedur operasional kredensial staf medis;
h. Surat penugasan klinis staf medis; dan
i. Surat keterangan/sertifikat hasil uji kalibrasi alat kesehatan.
Jika pasal 72 PMK No.56 ini di jadikan pisau bedah dalam telah obyektive keberadaan RSUD Baru ini, tentu ini adalah pekerjaan rumit yang harus di kerjakan secara matang dan merupakan pekerjaan yang sangat berat untuk bisa di penuhi baik syarat formil maupun sayrat matril yang di wajibkan di atas untuk bisa di selesaikan dalam waktu yang singkat.
Namun Pemerintah Daerah harus meletakkan kerumitan perizinan ini, dimaknai sebagai upaya Negara untuk melindungi keselamatan warga Negara dalam hal ini pasien sebagai pengguna jasa, bukan semata mata memenuhi persyratan administrative hingga penulis berpendapat sebaiknya Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Lombok timur membuka kehadapan publik apakah RSUD Baru Labuhan Haji ini sudah mengantongi izin apa belum, karna logika formal penulis untuk memperoleh izin operasional bagi RSUD baru di samping harus menyiapkan detail beberapa komponen sesuai pasal 72 PMK No 56 di atas, menurut hemat penulis dapat di tarik kesimpulan bahwa ijin operasional bisa di terbitkan manakala sudah di visitasi oleh komisi Akreditasi dan Dinas Kesehatan (Dikes Provensi).
Disamping izin ini menjadi tanggung jawab moral Dinas Kesehatan Lombok Timur untuk di buka seterang terangnya agar tidak ada yang di tutup tutupi dalam kerangka menenangkan pisiologis masyrakat, di samping itu juga untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari dampak hukum di kemudian hari terutama bagi Sumber Daya Manusia (SDM) yang melakukan pengabdian di sana.
Sebenarnya informasi umum (salah satunya izin) juga sudah di atur dalam PMK ini dalam BAB II tentang
Kewajiban Rumah Sakit pada Bagian Kesatu Umum dimana dalam Pasal 2 dikatakan setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat.
sedangkan pada pasal 3
Kewajiban Rumah Sakit memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a berupa informasi umum tentang Rumah Sakit; dan
informasi yang berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.
Sementara pada Pasal 4
Informasi umum tentang Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi diantaranya status perizinan, klasifikasi dan akreditasi Rumah Sakit; jenis dan fasilitas pelayanan Rumah Sakit; jumlah, kualifikasi, dan jadwal praktik Tenaga Kesehatan; tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; hak dan kewajiban Pasien; mekanisme pengaduan; dan pembiayaan.
Sedangkan Informasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara langsung dan tidak langsung. dimana Pemberian informasi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menyediakan fasilitas pelayanan informasi atau dilakukan oleh petugas Rumah Sakit, sedangkan pemberian informasi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan antara lain melalui papan pengumuman, brosur, rambu, pamflet, dan situs web.
Berdasarkan PMK ini, tidak ada alasan stekholder untuk tidak membuka kehadapan publik tentang izin Oprasional RSUD Baru ini, dan stekholder seyogyanya memberikan laporan ke Bupati secara Obyektive tentang apa yang harus di siapkan, tahapan apa yang harus di lakukan, tahapan apa saja yang sudah di kerjakan, dan target kerja yang rasional kapan RSUD ini bisa beroprasi. Ketimbang melakukan tindakan yang terkesan Asal Bapak Senang. Padahal dampak dari ABS nantinya akan berimplikasi hukum dimana Bupati lah yang akan bertanggung jawab secara moral, politik dan tentunya cecara hukum itu sendiri.
Jangan sampai kelalaian yang di lakukan pembantu pembantunya Bupati tersandung, karna ancaman pidana bagi Rumah sakit yang tidak berizin cukuplah berat, sebagaimana di atur dalam UU No 44Tahun 2009, BAB XIII, Pasal 62 Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit yang tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
Dan pada akhirnya di akhir tulisan ini izinkan penulis berharap semoga dari kesan kerja ugal ugalan dalam persiapan RSUD baru ini di jadikan mementum bagi Bupati untuk melakukan evaluasi terhadap kabinetnya. Dan penulis sendiri percaya Bupati dan Wakil Bupati akan dapat menuntaskan visi misi nya, karna Bupati mempunyai pengalaman yang teruji mempin Pemerintah Daerah, sedangkan Wakil Bupati telah menunjukan dirinya sebagai politisi yang handal di parlemen.
Penulis adalah Ketua DPD Jaringan Kemandirian Nasional (JANAN) NTB, Ketua Eksekutive For one Melineal NTB, dan Sekretaris Eksekutive Institut Kajian dan Pemantau Kebijakan Publik (Insan Peka Publik)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami