OPSINTB.com - Festival Bau Nyale yang merupakan agenda tahunan masyarakat selatan, akan dilaksanakan di Pantai Kura-kura yang terletak di Desa Ekas Buana, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur. Sehingga, pada tahun 2020 ini, pelaksanaan festival Bau Nyale tidak akan digelar di Tampah Boleq.
Kawasan Tampah Boleq, yang kini telah dikuasai oleh PT. Tamada tersebut merupakan lokasi yang menjadi tempat pelaksanaan Bau Nyale secara turun temurun. Bahkan, sebagian masyarakat menyebut tanah Tampah Boleq sebagai tanah adat.
Setelah dikuasai Tamada, kawasan Tampah Boleq akan disulap menjadi area perhotelan. Tak ayal, Pemindahan lokasi pelaksanaan festival Bau Nyale di tahun 2020 ini, memunculkan persepsi di masyarakat sebagai bagian dari upaya mengusir masyarakat Bau Nyale dari lokasi pembangunan hotel PT. Tamada tersebut.
Menanggapi pindahnya lokasi pelaksanaan festival Bau Nyale, tokoh muda Lombok Timur, Putrawan Habibi angkat bicara.
Kepada wartawan, Kamis 16/01/2020, Habibi menyayangkan langkah yang diambil Pemda Lombok Timur memindahkan lokasi pelaksanaan festival Bau Nyale. Padahal Tampah Boleq telah menjadi bagian sejarah panjang perjalanan Bau Nyale.
Adapun permasalahan agraria Tampah Boleq, yang masih menjadi perbincangan hangat publik hingga selama ini, seharusnya dicarikan solusi terbaik untuk penyelesaiannya. Tidak serta merta dengan mengambil langkah praktis memindahkan lokasi pelaksanaan Bau Nyale, demi mengalihkan isu permasalahan agraria yang seharusnya diselesaikan.
"Dari turun temurun, kita tidak tahu sudah berapa ratus tahun di Tampah Boleq. Jangan tiba-tiba datang Tamada, atau ada masalah di situ, lalu kita alihkan dan pindahkan. Yang dicari seharusnya solusi. Pasti ada solusinya," ungkapnya.
Menurutnya, pemindahan lokasi pelaksanaan festival Bau Nyale bukanlah langkah tepat untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi Tamada terkait Tampah Boleq.
Ia pun menganalogikan, jika terjadi permasalahan di lokasi pelaksanaan festival Bau Nyale 2020 yakni di Pantai Kura-kura, langkah serupa dengan pemindahan lokasi Bau Nyale akan kembali dilakukan oleh Pemda.
"Nanti, jika di Pantai Kura-kura ada masalah, lagi pindahkan Bau Nyale-nya. Itu logikanya kan. Jadi, harusnya pemerintah selesaikan dulu masalah yang ada di Tampah Boleq dengan partisipatif. Dan sampai selesailah," tegasnya.
Habibi juga meyakini, pemindahan lokasi festival Bau Nyale, tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan konflik agraria Tampah Boleq tersebut.
"Saya yakin walau dipindahkan, masalahnya gak akan selesai. Dan kasihan juga nanti Tamada kalau gak selesai-selesai," tandas cucu TGH. Mutawalli ini.
Selain itu, Habibi mengatakan bahwa penyelenggara pariwisata seharusnya menjunjung tinggi nilai kearifan lokal. Serta, menciptakan sinergitas dengan masyarakat setempat demi keuntungan bersama. Seperti yang telah tertuang dalam Pasal 5, Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
"Investasi seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat dan menjunjung nilai-nilai kearifan lokal. Bukan justru menghilangkannya. Jangan untuk kepentingan investor, masyarakat menjadi kehilangan citra dan budayanya," pungkasnya.
Pemuda yang terlibat dalam penyusunan Permenpar No. 14 Tahun 2016 Tentang Pariwisata Berkelanjutan ini, bahkan mencontohkan bentuk pengedepanan kearifan lokal yang terjadi pada sektor pariwisata di Bali.
Ia mengatakan, bahwa Bali sebagai Destinasi wisata terbaik di Indonesia justeru tidak dirugikan dengan vakumnya aktifitas perekonomian pada saat pelaksanaan hari raya Nyepi. Justru, kearifan lokal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Sehingga, banyak wisatawan yang antusias datang ke Bali agar dapat turut merasakan suasana hari raya Nyepi.
Dikaitkannya dengan pelaksanaan festival Bau Nyale, Habibi mengatakan keberadaan Bau Nyale di Tampah Boleq justeru dapat menjadi nilai jual lebih bagi Tamada selaku penyelenggara pariwisata. "Jadi, walaupun ada festival Bau Nyale, Tamada tidak akan rugi," ucapnya.
Ia pun berharap agar Pemda Lombok Timur segera menelurkan regulasi yang mengatur tentang investasi di bidang Pariwisata. Agar sejalan dengan citra, budaya, dan kearifan lokal masyarakat setempat.
"Ke depannya pemerintah harus membuat regulasi investasi di bidang pariwisata. Baik itu melalui Ripparda, atau legalitas lainnya. Jika Ripparda belum jadi," pintanya. (red)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami