OPSINTB.com - DPRD Kabupaten Lotim menggelar Rapat Paripurna DPRD XI rapat IV masa sidang III, Jumat 11/07/2020. Agenda rapat yang digelar di Gedung Rapat DPRD setempat itu, yakni laporan gabungan Komisi I DPRD Lotim tentang rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Lotim tahun 2019.
Abroni Luthfi selaku Juru Bicara Komisi I membuka rapat dengan menyampaikan apresiasi kepada Pemkab atas raihan predikat WTP dari BPK atas pertanggungjawaban APBD 2019.
Terlepas dari itu, Abroni menyampaikan, hasil pembahasan gabungan Komisi I DPRD Lotim ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian di dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Terutama di antaranya tentang keberadaan Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan (TBUPP) dan izin ritel moderen Alfamar/Indomart.
Terkait keberadaan TBUPP, berdasarkan hasil serapan DPRD baik di tingkat masyarakat maupun OPD Kabupaten Lotim, keberadaannya seringkali melampui batas kewenangan yang dimiliki, sehingga sudah melenceng dari sistem dan manejemen pemerintahan.
"Oleh karena itu gabungan Komisi I meminta kepada bupati agar membubarkan TBUPP Kabupaten Lotim," tegas Abroni.
Tak jauh berbeda dengan izin ritel moderen di Lotim. Dia juga meminta ketegasan bupati agar tidak memberi izin baru juga untuk segera ditiunjau ulang terkait izin yang dimaksud.
Dan, terkait dengan pemberian 30 izin ritel medern di Kabupaten Lotim, gabungan Komisi I berpandangan bahwa terbitnya izin tersebut tidak sesuai dengan apa yang diucapkan dan apa yang disampaikan oleh bupati bahwa tidak akan memberikan izin baru untuk pendirian ritel modern, sebagai gantinya bupati akan memberdayakan BUMDes di masing-masing desa.
"Hal ini tentu saat ini menciderai hati nurani rakyat yang sangat menjerit akan kebijakan yang diambil oleh bupati. untuk itu kami meminta untuk ditinjau ulang dan tidak memberikan izin baru lagi," pungkasnya.
Pada kesempatan itu, Komisi I juga menghimbau penyaluran berbagai bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS) agar dapat dilaksanakan secara adil, merata, obyektip dan tepat sasaran. Sebab, berkaca dari tahap awal penyaluran JPS paling banyak permasalahannya adalah dalam penyajian data penerima JPS.
"Penyajian data ini hendaknya bersifat obyektif dan transparan karena menyangkut hak masyarakat miskin," papar Abroni.
Kesalahan data penerima JPS juga dapat berarti penzaliman terhadap hak-hak masyarakat miskin di Kabupaten Lotim, oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan.
Selain itu, pelaksanaan program sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hendaknya mengacu pada pedoman umum yang dikeluarkan oleh pemerintah (Kementrian Sosial). Pasalnya, beberapa prinsip yang tercantum di dalam pedoman umum yang banyak tidak sesuai di lapangan.
Di antaranya program BPNT ini memberikan pilihan dan kendali kepada Kelompok Penerima Manfaat (KPM) untuk menentukan waktu pembelian, jenis, jumlah dan kualitas bahan pangan serta e-warong. KPM dapat memanfaatkan dana bantuan program sembako pada e-warong terdekat, dan e-warong tidak memaketkan bahan pangan, yaitu menjual bahan pangan dengan jenis dan dalam jumlah yang ditentukan sepihak oleh e-warong atau pihak lain sehingga KPM tidak mempunyai pilihan. "Dan prinsip-prinsip lain yang harus diperhatikan di dalam pelaksanannya," imbih Abroni.
Lebih penting lagi, lanjutnya, seluruh program JPS di Kabupaten Lotim hendaknya memperhatikan upaya pemberdayaan terhadap UMKM setempat, sehingga terjadi perputaran roda perekonomian yang kuat di kabupaten Lotim yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Dengan melihat dinamika yang berkembang di dalam pembahasan baik di tingkat gabungan komisi maupun di tingkat fraksi, demikian juga setelah dilakukan pendalaman termasuk melakukan cros cek di lapangan maka kami gabungan Komisi I mengusulkan agar dibentuk pansus covid-19," tegas Abroni menutup Rapat Paripurna DPRD XI rapat IV masa sidang III. (yan)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami