Cerita pilu di balik meninggalnya Khaerul Wardi, dari ketawa petugas medis hingga tangis mengiris - OPSINTB.com | News References -->

23/07/24

Cerita pilu di balik meninggalnya Khaerul Wardi, dari ketawa petugas medis hingga tangis mengiris

Cerita pilu di balik meninggalnya Khaerul Wardi, dari ketawa petugas medis hingga tangis mengiris

 
Kasus khaerul wardi

OPSINTB.com - Kehilangan memang terasa pahit. Serasa di dalam ruang gelap tanpa cahaya. 


Terlebih jika kehilangan orang yang disayangi. Yang ada hanya rasa hening, tanpa ada teman.


Seperti Marhaen, nenek dari almarhum Kahirul Wardi. Bocah 7 tahun yang menghembuskan nafas terakhir di RSUD R Soedjono Selong, beberapa waktu lalu.


Dia nampak masih tak bersemangat, sorot matanya hampa. Sesekali kepalanya tersandar di tembok rumahnya yang berbahan ukiran bambu.


Betapa tidak, dia kehilangan cucu yang ia sayangi. Yang di dialah segala harapan disandarkan.


Dengan nada bahasa masih berat, Merhaen, menceritakan pertemuan akhir dengan Kahirul Wardi. Almarhum, tuturnya, awalnya merasakan sakit, lalu dibawa ke Puskesmas Aikmel, yang langsung ditangani dengan cepat.


"Di sana (Puskesmas Aikmel) cepat ditangani, tetapi tidak lama langsung dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soedjono Selong sekitar selesai Zuhur," kenang Marhaen, ditemui opsintb.com di kediamannya di Desa Kembang Kerang, Kecamatan Aikmel, Selasa (23/07/2024).


Sesampainya di RSUD R Soedjono Selong, langsung masuk IGD. Oleh pihak rumah sakit, pasien lalu ditangani mengganti infus yang dari Puskesmas Aikmel. 


Setelah dilakukan penanganan, perawat yang mengganti infusnya, hilang. Tak muncul lagi melihat kondisi almarhum.


"Perawat itu lama tidak muncul lagi melihat keadaan pasien sedangkan pasien ini sudah dalam keadaan lelah. Namun tidak ada yang mendatangi dari pihak dokter maupun perawat yang ada di Rumah Sakit melihat kondisinya," ucap Marhaen, dengan mata yang berlinang.


Tak mau hanya berpangku tangan melihat keadaan Khairul, salah seorang keluarganya meminta ke pihak rumah sakit agar menengok kondisi pasien. Tapi usaha itu tetap tak membuahkan hasil.


Bahkan, ucap dia, sampai beberapa kali keluarga minta dokter untuk melihat dan memeriksa keadaan Khairul Wardi, namun tidak ada tindakan dari petugas.


Keluarga semakin panik, saat mendengar alat yang dipasangkan terus berbunyi. Kendati ia tak tahu alat apa yang dipasang di tubuh almarhum.


"Alat itu berbunyi terus menerus dan dilakukannya pengecekan lalu selesai dia berbunyi," jelasnya.


Di tengah tak tahu berbuat apa-apa, pihak keluarga kembali meminta perawat setempat untuk menengok kondisi pasien.


Tak lama setelah alat itu berbunyi, perawat pun datang. Namun, bukannya penjelasan soal perkembangan kondisi pasien yang didapati, melainkan jawaban singkat.


"Memang udah kayak begitu, mereka bilang ke kami," kenang jawaban perawat yang membuat keluarga sedikit terheran.


Karena melihat kondisi almarhum kian memburuk, pihak keluarga membacakan Surat Yasin. Mungkin, hal itu bisa menolong, paling tidak jadi penenang keluarga.


Kondisinya semakin memburuk, nafas nampak lelah dengan penyakitnya dialami, namun dari dokter ataupun perawat sebutnya, tidak ada yang mendatangi pasien.


"Dari pihak keluarga lagi datangi perawat untuk meminta melihat keadaan Khaerul Wardi namun perawat mengelak untuk melihat pasien dengan mengatakan tidak kenapa-kenapa ucapnya kepada kami, sedangkan anak ini sudah lelah kesakitan," terang Marhaen, bersedih.


Di menuturkan, saat itu Khaerul Wardi sudah lelah kesakitan, nafasnya seperti orang yang sedang sekarat, baru pihak dokter maupun perawat datang, lengkap memakai sarung tangan membawa Wardi ke salah satu ruangan untuk melakukan pemeriksaan, lalu di ruangan tersebut almarhum ditempelkan alat di tubuh bocah 7 tahun itu.


"Setelah napasnya sudah sampai di dada baru dokter ini bergegas melakukan pemeriksaan ke anak ini," kenangnya sembari air matanya menetes.


Khaerul Wardi, kata dia, oleh pihak rumah sakit ingin dilakukan CT-Scan. Tapi dari perawat di RSUD menanyakan prihal apakah keluarganya membawa biaya.


"Bawa tidak ibu biaya 1 juta kata pihak rumah sakit itu," terangnya.


Uang itu, imbuhnya, untuk bayar  melakukannya Scan dan ada juga biaya lain. Karena masih banyak biaya harus dibayar.


"Sehingga kami bilang ke dia kami nunggu pamannya dulu, karena kita takut, sebab tidak ada uang kami," jelasnya.


Di saat meminta biaya itu, sebutnya, almarhum sudah lelah kesakitan dan mengalami kejang-kejang. Saat kondisi itu, keluarga berharap agar diperiksa supaya bisa agak membaik tetapi tidak datang-datang untuk melakukan pemeriksaan.


"Kemungkin karena kita belum bayar makanya mereka lalai untuk melakukan pemeriksaan," tuturnya.


Melihat kondisi itu, Marhaen, bersikeras walaupun dipanggil sampai ke atas untuk tetap dalam pendiriannya, bahwa petugas rumah sakit lalai dalam melakukan pemeriksaan kepada cucunya.


"Udah mau meninggal baru mereka cepet-cepet pasang sarung tangannya dan pasang alat di tubuhnya," ujarnya.


Saat petugas mempertanyakan biaya itu dan meminta keluarga Khaerul Wardi untuk mufakat. Dia mengatakan, saat itu keluarga sedang membacakan surat yasin, keluarganya melihat petugas itu ketawa-ketawa.


"Petugas itu ketawa-ketawa di saat minta biaya dan dia suruh kita mufakat sama keluarga, saat itu kita dalam keadaan lagi membacakan surat Yasin untuk Khaerul Wardi," kenang Marhaen. (zaa)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama