15 ribu anak putus sekolah di KEK Mandalika, 'bom waktu' menuju persaingan global - OPSINTB.com | News References

20/03/25

15 ribu anak putus sekolah di KEK Mandalika, 'bom waktu' menuju persaingan global

15 ribu anak putus sekolah di KEK Mandalika, 'bom waktu' menuju persaingan global

 
Anak putus sekolah di lombok
Foto: Kepala PGRI Loteng, HM Amir

OPSINTB.com - Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) di balik bentang alamnya yang memukau serta pesonanya yang indah, ternyata menjadi bagian kelam dunia pendidikan. 


Bayangkan, 15.000 anak usia SD-SMP mengalami putus sekolah di kawasan berlabel 'super prioritas' ini.


Kepala PGRI Loteng, HM Amir mengungkapkan, akar permasalahannya adalah bukan hanya sekadar faktor ekonomi, tetapi anak-anak tersebut ternyata dimanfaatkan oleh orang tua mereka untuk berjualan di sekitar KEK Mandalika.


''Setelah ditelusuri, bukan itu (ekonomi) saja sebenarnya. Jadi ada eksploitasi anak di sini. Mereka dimanfaatkan oleh orang tua mereka untuk berjualan di kawasan pariwisata Mandalika,'' ujar Amir di kantor bupati setempat, Kamis (20/3/2025).


Bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Amir sudah melakukan berbagai cara melakukan pendekatan dengan orang tua mereka, termasuk membiayai sekolah mereka. Tapi, apa yang didapat Amir hanyalah kecewa.


Pendekatan yang lebih impresif pun dilakukan, yakni dengan membuatkan mereka stan di dekat Masjid Nurul Bilad (masih di KEK Mandalika) dengan harapan mereka bisa belajar sambil jualan.


''Kami biayai, kerjasama dengan yayasan-yayasan sudah sering kami lakukan. Sampai begitu dengan harapan kami tidak ingin anak-anak itu jadi beban orang tuanya,'' Amir menambahkan.


Menurut Amir, angka putus sekolah yang begitu banyak di kawasan pariwisata yang sangat menjanjikan adalah hal yang kontradiktif. Bukan hanya itu, bahkan banyak orang tua anak-anak tersebut adalah orang berada atau dengan kemampuan ekonomi mencukupi.


Maka, Amir mengharapkan peran perangkat pemerintahan terbawah seperti kepala lingkungan, tokoh masyarakat, dan desa untuk memberikan penyadaran bagi orang tua mereka.


''Mereka harus berbuat, karena mereka lebih mengetahui keadaan di bawah. Tidak bisa bupati, dinas yang turun langsung,'' tegas Amir.


Terpisah, Ketua DPRD Loteng, Lalu Ramdan yang juga merupakan legislator dari wilayah selatan mengemukakan hal yang sama dengan Amir. Yang paling berperan memecahkan permasalahan-permasalahan ini adalah tokoh agama, tokoh adat, dan orang yang disegani di daerah itu.


Meski Ramdan memaklumi bahwa di setiap daerah pariwisata, putus sekolah seolah sudah menjadi permasalahan klasik. Sebab, anak-anak di kawasan wisata sejak kecil sudah pandai berbicara bahasa asing sebagai modal mereka mencari uang.


''Sehingga ketika mereka bisa memperoleh uang dari hasil kerja mereka, seolah-olah sekolah sudah tidak berguna lagi,'' sesal Ramdan.


Parahnya lagi, orang tua mereka terlena dengan uang yang didapat anak-anak mereka, sehingga mereka juga enggan menyuruh anak mereka bersekolah.


Yang jelas, pemerintah sudah berupaya melakukan hal terbaik bagi pendidikan anak-anak tersebut dengan memberikan fasilitas yang memadai. 


''Masih kecil mereka sudah bisa bahasa Inggris, jadi guide dan dapat uang. Jadi, mereka hanya mementingkan ekonomi di sini. Tapi, ini bisa menjadi bom waktu bagi generasi kita ke depan.''


''Sebab, di era globalisasi ini kita sudah tidak bersaing lagi dengan sesama orang lokal, tetapi orang luar,'' pungkas pentolan Fraksi Gerindra tersebut. (iwn)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama